Berbeda Itu Indah
Karya Dinda Aprilia K
Setelah selesai memakai seragam sekolah. Andin langsung bergegas turun ke lantai satu. Karena kamar Andin memang berada di atas. Andin merupakan anak tunggal dari Ayah dan Ibu. Ayah seorang jaksa, sedangkan Ibu hanya seorang Ibu Rumah Tangga.
Sesampainya di depan meja makan. Andin langsung melahap roti yang sudah disiapkan oleh Ibu. Melihat anaknya begitu. Ibu hanya tersenyum.
“Lain kali sapa dulu orang yang ada di sekitar meja makan. Jangan langsung duduk, terus makan. Kan nggak sopan” jelas Ibu, lembut. Andin buru-buru meletakkan rotinya kembali.
“Aduhh… Andin lupa, Bu” menegakkan posisi duduknya “selamat pagi Ayah-Ibu yang paling baik di seluuuruuuhhh dunia” senyum lebar Andin tersirat dari bibirnya.
Ayah dan Ibu hanya tertawa kecil melihat tingkah Andin.
Setelah melahap semua rotinya. Andin pamit ke Ayah dan Ibu. “Andin berangkat, ya. Ucapnya berlalu pergi menuju gudang tempat dimana sepeda kesayangan Andin disimpan. Andin memang selalu menggunakan sepeda. Karena letak sekolah Andin tidak begitu jauh dari rumahnya. Sehingga bisa tercapai dengan menggunakan sepeda. Walaupun Ayah telah membelikan motor untuk Andin. Tapi Andin tidak mau menerimanya. Karena Andin lebih senang ke sekolah menggunakan sepeda kesayangannya itu. Menurut Andin dengan menggunakan sepeda, itu akan membuatnya lebih sehat dan ramah lingkungan. Tidak ada polusi. Justru Andin menyuruh Ayah untuk mengembalikan motornya kembali ke tempat dimana Ayah membeli motor itu.
“Kamu ini gimana, sih. Anak remaja diluar sana banyak yang merengek minta dibelikan motor sama orangtuanya. Lha, kamu yang di beliin sama Ayah, malah nolak” tanya Ayah lembut. Andin hanya tersenyum mendengar pernyataan ayahnya.

Seperti biasa, hari ini Andin sangat bersemangat seperti hari-hari sebelumnya. Ada sesuatu yang membuat hidup Andin indah dan berwarna. Pacar? Bukan makhluk jenis itu yang membuat hidupnya indah. Selama ini Andin berusaha untuk tidak jatuh cinta. Karena itu hanya akan membuang waktunya mencintai seseorang yang nantinya belum tentu jadi jodohnya. Ada satu hal lagi yang bisa membuatnya bahagia. Yaitu jaipong. Mungkin agak sedikit aneh. Bagaimana bisa Jaipong membuat hidup lebih indah? Sedangkan remaja indonesia sekarang lebih tertarik ke budaya luar.
Menari Jaipong adalah hobi Andin. Meskipun ia sudah belajar dari kelas 6 SD. Sejak itulah Andin mulai tertarik dengan hobbinya yang baru itu. Awalnya memang tidak ada yang peduli dengan hobbi Andin. Tapi setelah Andin masuk ke SMA. Dari situlah banyak yang mencibir dan mem-bully Andin. Banyak teman-teman sekelas Andin sering bilang selera Andin kampungan. Tapi Andin tak mempedulikannya. Karena menurut Andin, menari Jaipong adalah bagian dari hidupnya.
Bahkan Andin ingin sekali berkeliling ke berbagai negara untuk memperkenalkan tarian jaipongnya.
Tiba-tiba dari belakang terdengar suara seorang menyapa Andin.
“Hai, Din” sapa Ira dan Ria menyusul Andin.
Mereka berdua sahabat Andin. Sesuai namanya yang hampir sama. Ira dan Ria adalah saudara kembar. Wajah keduanya bagai pinang dibelah dua. Bahkan terkadang juga Andin sulit untuk membedakan antara keduanya. Andin teringat saat pertama kali masuk SMA. Saat itu Andin sedang mencari kelas barunya dan Andin tidak sengaja menabrak Ria. Andin langsung meminta maaf atas kecerobohannya karena tidak memperhatikan jalan. Pertemuan itu membuat Andin berkenalan dengan Ria. Kemudian mereka berdua harus terpisah karena keduanya punya tujuan masing-masing. Andin melanjutkan mencari kelasnya. ‘akhirnya ketemu juga’ ucap Andin dalam hati. Setelah berada di ambang pintu, pandangan Andin tertuju pada seorang gadis yang tadi ia temui. Yang membuatnya bingung adalah bagaimana bisa gadis itu ada di dalam kelas? Sedangkan tadi gadis itu berjalan berlawanan arah dengan dirinya.
Karena merasa bahwa gadis itu mengenalinya. Dengan penuh percaya diri, Andin menghampiri gadis itu.
“Hei. Kamu di kelas ini juga?” Andin tersenyum padanya. Gadis itu hanya memandang Andin dengan raut wajah kebingungan.
“Lo siapa ya?” mengangkat alisnya sebelah. Membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona.
“Lho ini aku Andin! Tadi, kan kita nggak sengaja kenalan. Kamu udah lupa ya?” Setelah beberapa menit terdiam. Tiba-tiba gadis itu tertawa. Andin menjadi semakin bingung. Gadis itu menyeka air mata yang keluar dari ekor matanya. Kemudian ia menghentikan tawanya. Lalu menarik nafas.
“Oh itu saudara kembar gue. Namanya Ria. Dan gue Ira!” jelasnya.
Bersamaan dengan itu datang Ria yang baru selesai dari toilet. Andin hanya melongo melihat wajah mereka berdua yang memang kembar. Ria menghampiri Ira dan Andin.
“Hei. Kamu di kelas ini juga?” tanya Ria ke Andin.
Melihat Ria yang senyum-senyum nggak jelas membuat Ira mengalihkan pandangan padanya.
“Kamu kenapa? kok senyum-senyum?” Ria menceritakan semuanya. Ira manggut-manggut tanda mengerti.
“Oh begitu? Hahaha… tenang aja, Din. Kamu bukan orang pertama yang menukar nama kami kok” ucapnya pelan.
Andin hanya tersenyum. Tentu saja senyum yang menyembunyikan malunya itu sangat terlihat aneh. ‘aku memang payah’ kata Andin dalam hati.
“Hei, Din. Kok ngelamun?” Tanya Ira menyadarkan Andin bahwa mereka masih mengayuh sepeda.
“Aku Cuma teringat saat pertama kali kita bertemu” Andin melirik ke arah Ria dan Ira.
Ira mengangkat sebelah alisnya “oh yang lo kira gue Ria, kan?” tanya Ira dengan bahasa yang khas ‘Lo-Gue’ itu memudahkan Andin untuk membedakan antara Ira dan Ria.
Andin hanya membalas pertanyaan Ira dengan senyuman.
Andin sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Ira dan Ria. Karena hanya mereka berdua yang mempunyai hobi yang sama dengan Andin. Yaitu menari Jaipong. Ternyata masih ada remaja yang seperti dirinya. Bahkan tanpa disengaja, Andin satu Sanggar dengan si kembar. Beruntung sekali ada Ira dan Ria. Hampir semua teman-teman di kelasnya lebih menyukai musik barat dan dance modern dibandingkan dengan musik dan tarian khas Indonesia. Mereka sudah melupakan kebudayaan Indonesia. Termasuk tari tradisional seperti Jaipong.
Maka dari itu Andin dan Si Kembar sahabatnya itu berjanji akan melestarikan dan memperkenalkan budaya tari Indonesia ke berbagai Negara dengan maksud mengharumkan nama baik Indonesia.
Andin dan si kembar memarkirkan sepedanya di tempat biasa yang selalu mereka parkir untuk menitipkan sepedanya. Baru saja turun dari sepeda. Mereka bertiga sudah mendapat sindiran dari teman-temannya.
“Zaman modern kayak gini masih ada, ya. Orang yang suka sama Jaipong. Kampungan banget sih” berbisik ke teman yang ada di sebelahnya dengan suara yang sengaja dikeraskan.
“Hahaha betul banget. Lebih keren juga musik barat” ejek teman yang satunya lagi. Andin dan si kembar tidak menghiraukan sindiran itu. Mereka langsung pergi menuju kelas, meskipun sudah sering mendapat sindiran seperti itu. Andin dan si kembar tetap optimis. Mereka akan tetap mempertahankan apa yang ingin mereka wujudkan. Sebagai penari Jaipong.
Bel istirahat pun berbunyi. Andin dan si kembar Ira dan Ria memutuskan untuk memesan makanan di kantin, sembari menunggu pesanan mereka datang sambil sibuk bercerita, tiba-tiba datanglah tiga orang anak perempuan bernama Lili, Sarah dan Wulan. “Ternyata di zaman modern kayak gini masih ada juga orang yang suka dengan Jaipong. Rendah banget sih seleranya” sindir Lili dengan wajah sinis.
Andin hanya memandangi Lili dengan sorot mata tajam “Emang kenapa? Masalah buat kalian?”
Lili mendengus angkuh mendengar pertanyaan Andin.
“Kalian jangan mimpi bisa mewujudkan cita-cita kalian yang aneh itu”
“Betul banget” sambung Sarah dengan melipat kedua tangannya di dada. Andin menarik nafas dan memutuskan untuk pergi dari kantin, karena tidak mau berurusan dengan guru BP karena tiga orang itu.
Bel pulang sekolah pun berbunyi.
Hari ini adalah jadwal Andin dan si kembar untuk latihan tari. Sepulang sekolah mereka langsung bergegas ke Sanggar Kak Dewi. Kak Dewi adalah pemilik Sanggar. Andin sangat senang melihat anak-anak yang masih mau melestarikan budaya tari Indonesia, meskipun usianya jauh lebih muda dari Andin dan si kembar. Hanya mereka bertiga yang sudah SMA. Setelah berganti pakaian Andin dan si kembar langsung melakukan pemanasan dan gabung dengan peserta yang lain untuk mulai latihan. Satu…dua…tiga…empat… mulai. Gerakan tarian pun dimulai gerakan tarian Andin sangat indah lenggokan tubuhnya sangan menawan. Tak terasa sudah satu setengah jam mereka berlatih kini saatnya mereka untuk pulang dan menyudahi latihan pada hari ini.
Keesokan harinya seperti biasa Andin berangkat sekolah menggunakan sepeda kesayangannya. Hari itu Andin tidak berangkat bersama si kmbar karena dia tadi bangun kesiangan. Sesampai di sekolah Andin memarkirkan sepedanya, baru saja Andin mau masuk ke kelas dia sudah menerima ejekan dari Lili, Sarah, dan Wulan. Sebenarnya Andin sudah muak dengan ejekan teman-temannya, namun Andin tidak membalas perbuatan mereka dengan kejahatan, namun dengan pembuktian.
Betul saja karena Andin sangat rajin berlatih tarian Jaipong dia terpilih mewakili sekolah untuk mengikuti lomba tari tradisional bersama si kembar. Akhirnya karena semangat mereka untuk menang, mereka terus berlatih di Sanggar Kak Dewi dan semakin menguasai gerakan tarian dengan sangat detail.
Akhirnya hari perlombaan pun tiba Andin dan si kembar sudah siap dengan kostum dan riasan di wajah mereka, sekarang tinggal tunggu giliran mereka tampil. Setelah sekian lama menunggu akhirnya giliran Andin dan si kembar untuk menampilkan tariannya. Musik pun mulia diputar dan mereka memulai gerakannya, rasa kagum tampak di wajah penonton. Para penonton sangat mengagumi dan ikut menikmati irama lagu. Akhirnya setelah selesai, mereka tinggal menunggu pengumuman juara. Dan pengumuman juara pun muali dibacakan dan tak disangka Andin dan si kembar lah yang menjuarai lomba tersebut. Mereka sangat senang dan bahagia karena jika mereka berhasil memenangkan perlombaan ini mereka akan diundang ke Malaysia untuk turut serta mengisi acara pekan kebudayaan. Dan betul saja mereka mendapat undangan untuk mengisi acara di sana.
Dan sejak saat itu Andin dan si kembar terus mendapatkan undangan untuk mengisi tari di berbagai belahan dunia. Andin sangat senang karena Ia berhasil mewujudkan mimpinya untuk mengenalkan budaya Indonesia ke berbagai belahan dunia. Dan sejak saat itu pula Lili, Sarah, dan Wulan mulai sadar bahwa setiap orang memiliki kebudayaan mereka sendiri-sendiri dan kita wajib saling menghargai dan bertoleransi, serta jangan menganggap sebuah budaya itu tidak gaul atau kuno, karena suatu budaya lah yang membuat suatu negera memiliki daya tarik tersendiri dan bisa menjadi suatu karya yang patut dibanggakan dan dilestarikan.
Recent Comments