Sejarah Sekolah

Berawal dari pergolakan yang terjadi setelah Proklamasi yang sangat berpengaruh pada dunia pendidikan di Klaten, kalangan Tionghoa peranakan kehilangan orientasi pendidikan. Keluarga yang awalnya mempercayakan anak-anaknya bersekolah di sekolah berbahasa Belanda, tak lagi punya wadah untuk melanjutkan pendidikan lantaran sekolah dengan bahasa Belanda sebagai pengantarnya sudah ditutup.

Sekolah Rakyat, yang pada tahun 1966 berganti nama menjadi Sekolah Dasar, sudah menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Namun karena saat itu Sekolah Rakyat Negeri yang sudah ada kualitasnya masih memprihatinkan, maka atas gagasan beberapa pedagang Tionghoa di Klaten, dibukalah sekolah baru yang mayoritas menerima anak-anak Tionghoa Peranakan. Kebanyakan siswa sekolah ini nantinya didapat dari murid Zondag-School (Sekolah Minggu) Gereja Kie Tok Kauw Hwee – Klaten (sekarang dikenal sebagai GKI Klaten).

PG Krista Ceria dan Toddler

Dunia pendidikan yang semakin berkembang membuat para orang tua murid menyadari bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) pada masa golden age sangat penting untuk mempersiapkan anak masuk ke usia sekolah yang sebenarnya. Komisi sekolah membaca kebutuhan ini, lalu memenuhinya dengan membuka Play Group (PG) Krista Ceria pada bulan Juli tahun 2002.

Awalnya, PG Krista Ceria ada dalam satu manajemen dengan TK Kridawita. Namun karenaa perkembangan semakin kompleks, maka dirasa perlu pengelolaan PG yang terpisah agar lebih fokus. Maka sejak bulan Juli 2008, salah seorang guru TK Kridawita, Ibu Tutik Suharyani, dipercaya sebagai Kepala Sekolah PG Krista Ceria.

pg-krista-ceria-dilihat-dari-lantai-dua-tk-kridawita

KB Krista Ceria – Foto diambil dari lantai dua TK Kridawita

Kepala Sekolah PG Krista Ceria, mengusulkan supaya Komisi Sekolah membuka kelas toddler yang diperuntukkan bagi anak-anak yang usianya satu tahun lebih muda dari siswa PG. Usulan tersebut diwujudkan pada tahun 2016  setelah gedung baru TK jadi, agar siswa TK, PG dan toddler memiliki akses pintu masuk tersendiri.

Selasar TK yang luas - surga bermain bagi anak-anak

Selasar TK yang luas – surga bermain bagi anak-anak

Sekolah Rakyat Kristen 3 (SD Kristen 3 Klaten) dan TK Kridawita Klaten

Adalah Pak Mangun Susanto, Kepala SR Kristen 1 (sudah dilikuidasi pada tahun 1995) yang berada dibawah payung PPKS (Perhimpunan Pendidikan Kristen Surakarta), dipilih sebagai pihak yang diajak bekerjasama untuk mewujudkan gagasan mengenai sekolah untuk anak-anak Tionghoa Peranakan tersebut. Kerjasama terjalin, dan sekolah terwujud.

Sekolah baru ini menjadi urutan ketiga dan diberi nama Sekolah Rakyat Kristen 3. Kelas nol (sekarang TK) bahkan pernah menumpang di gedung SMP Kristen 1 sampai tahun 1953, kemudian pindah tempat di Konsistori GKJ Klaseman. Pindah tempat untuk menjalankan kegiatan belajar mengajar juga pernah dipindahkan ke rumah Wak Yuli di Ngepelan Klaten, kemudian ke rumah Pak Tjioe Boen Djay dan rumah Pak Danu. Hampir semua ruang untuk sekolah ini dipinjamkan cuma-cuma kepada SR Kristen 3.

Seiring berjalannya waktu, disadari bahwa SR Kristen 3 harus memiliki gedung sendiri. Pada tahun 1956, seorang dermawan, Liem Siang Hien menawarkan tanahnya untuk dipakai. Untuk pendidikan, tanah di tepi jalan raya Klaten – Yogya ini dijual murah. Atas sumbangan beberapa orang, akhirnya tanah itu dapat terbeli. Secara bertahap dengan menggunakan sisa hasil pengumpulan dana, dibangunlah beberapa ruang dan beberapa kelas mulai dipindahkan ke gedung baru tersebut. Akhirnya pada tahun 1960, seluruh murid SR Kristen 3 dan kelas nol (pada saat itu sudah berganti istilah menjadi TK dan berganti nama menjadi TK Kridawita) sudah belajar di area yang sama.

SR Kristen 3 di Jalan Pemuda (Mlinjon) yang dipakai sejak tahun 1960 – 1984

SR Kristen 3 di Jalan Pemuda (Mlinjon) yang dipakai sejak tahun 1960 – 1984

Bergabungnya TK dan SR menjadi satu tempat belajar, bukan berarti gedung sekolah sudah dalam kondisi prima. Sama sekali tidak! Bangunan baru hanya menggunakan sekat anyaman bambu yang saat ada acara tahunan atau Natal sekolah, sekat ini dibuka kemudian ruangan berubah menjadi aula. Kondisi ini sangat tidak mendukung kegiatan belajar mengajar karena saat digunakan sebagai kelas, suara kegiatan dari satu kelas ke kelas lainnya bisa terdengar.

Gedung yang belum ideal, juga dirasakan oleh para guru pada saat itu. Mereka tidak punya ruang guru. Hanya ada satu meja bundar dan enam buah kursi. Jika ingin berkoordinasi, mereka duduk di emperan lalu mengoordinasikan pekerjaannya disana.

Setelah sekolah-sekolah Kristen di Klaten berkembang dan bisa mandiri, diputuskan agar sekolah-sekolah ini tidak lagi berada di payung PPKS. Sehingga pada tanggal 18 Maret 1958, berdirilah Yayasan pendidikan Kristen Klaten (YPKK) yang kemudian dipimpin oleh Pak Mangun Susanto.

Pada masa G30S PKI, SR Kristen 3 dan TK Kridawita terpisah-pisah lagi di beberapa lokasi. Gedung yang dipakai oleh SR Kristen 3 disita untuk dijadikan rumah tahanan untuk tawanan politik PKI. Melalui masa kelam pemerintahan, akhirnya pada tahun 1984, resmilah sudah TK Kridawita dan SD Kristen 3 menempati bangunan yang baru. Bangunan baru ini lebih megah pada jamannya karena sudah memiliki aula di lantai atas dan TK sudah lebih lengkap dengan beberapa ruang dan area bermain khusus.

Sekolah yang semakin berkembang ini pada akhirnya membuka dirinya untuk menerima siswa dari suku lain. Tak hanya Tionghoa peranakan, hampir semua suku yang ada di Klaten, ikut mempercayakan pendidikan anak-anaknya di SR Kristen 3 Klaten.

Tanggal mulai beroperasinya SR Kristen 3 adalah pada tanggal 1 Maret 1949, tetapi menurut sertifikat pendirian, SR Kristen 3 beroperasi pada 1 Agustus 1950.  Tanggal inilah yang dipilih untuk merayakan hari jadi SD Kristen 3 Klaten.

SMP Kristen 1

SMP Kristen 1 yang berdiri sejak tahun 1950, diserahkan pengembangan dan pengelolaannya kepada Komisi Sekolah secara resmi pada bulan Juli 2005. Keputusan ini sempat ditolak oleh Komisi Sekolah karena beban pengelolaan tiga unit sekolah saja sudah membuat tim pengelola dan guru-guru pontang panting. Keuangan sekolah jungkir balik karena biaya operasional belajar mengajar, termasuk gaji guru dan karyawan masih membebani keuangan GKI. Namun karena Komisi Sekolah harus tetap patuh pada otoritas tertinggi yaitu Majelis GKI dan YPKK, maka dikelolalah SMP Kristen 1 sejak saat itu.

Perubahan dimulai dengan pemetaan kompetensi. Ternyata banyak guru PNS yang harus dikembalikan ke Dinas Pendidikan karena tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk mengajar, yakni, memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda dengan pelajaran yang diajarkan. Kontroversi dan protes terjadi, bahkan dari YPKK sendiri. Namun Komisi Sekolah tetap pada pendiriannya untuk melakukan perbaikan total bagi SMP Kristen 1. Perubahan juga dilakukan dengan mengadakan training khusus untuk guru-guru dan karyawan dengan tujuan peningkatan disiplin guru dan memperbaiki metode pembelajaran.

Bangunan SMP Kristen 1 yang sudah kuno, rusak berat karena gempa yang terjadi pada bulan Mei 2006 silam. Perbaikan tak mungkin dilakukan dengan kekuatan keuangan sekolah sendiri. Banyak perbaikan yang bisa terwujud berkat bantuan dari berbagai yayasan, juga bantuan dari Yayasan Pendidikan Visi dan Misi, juga dari PPPK Petra, keduanya dari Surabaya.

SMP Kristen 1 Klaten tampak depan

SMP Kristen 1 Klaten tampak depan

Bangunan yang klasik dan dianggap sebagai heritage yang harus dijaga kelestariannya ini adalah bangunan kuno milik Zending, lembaga Kristen dari Belanda. Sempat menjadi sekolah Christelijke HJS (Hollandsch Javaansche School), dan sempat dibumihanguskan oleh pemuda-pemuda kita agar tak dijadikan markas Belanda pada tahun 1947 – 1949. Perbaikan seperlunya dilakukan pada bangunan ini untuk kemudian menjadi tempat pendidikan Panti Pengetahuan Oemoem (PPO) setingkat SMP yang diajar oleh beberapa kaum muda.

Lahirlah SMP Kristen 1 pada tanggal 1 Juni 1950, yang diawali dengan banyaknya kaum muda yang harus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di Yogyakarta. Ditandai dengan diambil alihnya pengelolaan PPO oleh Pak Mangun Susanto, Ibu Sri Atmintiasih dan beberapa kawannya, jadilah Sekolah Pendahuluan yang mendapatkan tempat belajar yang lebih representatif pada jamannya.

Pada tahun 2016, muncul ide untuk menyatukan nama KB Krista Ceria, TK Kridawita, SD Kristen 3, dan SMP Kristen 1 dalam satu nama yakni Krista Gracia yang sampai saat tulisan ini dibuat, pengajuan nama masih dalam proses pengajuan ijin resmi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.